Pada Selasa malam, 2 Juli 2025, ketegangan kembali meningkat di perbatasan timur Eropa ketika dua jet tempur F-16 milik Rumania dikerahkan menyusul serangan drone Rusia di wilayah Izmail, Ukraina sebuah kota pelabuhan yang hanya dipisahkan Sungai Danube dari wilayah Tulcea, Rumania. Langkah ini menandai respons cepat dari Rumania terhadap potensi ancaman yang semakin mendekati kawasan NATO.
Menurut pernyataan resmi Kementerian Pertahanan Rumania yang dikutip oleh Newsweek pada Rabu, 3 Juli 2025, Rusia kembali menargetkan infrastruktur sipil dan pelabuhan Ukraina dengan drone jarak jauh dalam jumlah besar. Jet-jet F-16 tersebut diberangkatkan dari pangkalan udara utama di timur ibu kota Bucharest sekitar pukul 23.15 waktu setempat untuk berjaga dan melakukan patroli udara.
Indonesia Digital Economy Forum 2025: HIPMI Dorong Sinergi Koperasi & Teknologi
Dalam serangan terbaru ini, Moskow dilaporkan menggunakan sekitar 12 hingga 13 drone Shahed buatan Iran. Oleksiy Goncharenko, anggota parlemen Ukraina dari wilayah Odesa, menyampaikan bahwa Izmail kembali menjadi target utama. Kota pelabuhan ini telah berulang kali diserang sepanjang Juni, menyebabkan kerusakan pada fasilitas pertanian, bangunan sipil, dan infrastruktur wisata, sebagaimana dijelaskan oleh Gubernur Odesa, Oleh Kiper.
Meski tidak ada korban jiwa yang dilaporkan, serangan tersebut memperpanjang daftar insiden pelanggaran udara di dekat wilayah NATO sejak invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada Februari 2022. Bahkan, pada tahun lalu, puing-puing drone Rusia sempat ditemukan di dalam wilayah Rumania.
Menanggapi serangan ini, Kementerian Pertahanan Rumania kembali menegaskan sikap tegasnya: “Kami mengutuk keras serangan Rusia terhadap infrastruktur sipil Ukraina.”
Sementara itu, data dari Angkatan Udara Ukraina mencatat bahwa dari total 114 drone yang diluncurkan Rusia ke wilayah utara, timur, dan selatan Ukraina, sebanyak 40 berhasil ditembak jatuh, sementara 39 lainnya gagal mencapai sasaran. Dalam serangan yang sama, Rusia juga meluncurkan empat rudal antipesawat.
Tidak hanya Rumania yang meningkatkan kewaspadaan. Militer Polandia turut siaga tinggi dan menyatakan bahwa jet tempurnya dikerahkan bersama pesawat NATO pada Minggu sebelumnya ketika Rusia melancarkan serangan besar lainnya ke Ukraina. Meski begitu, tidak ditemukan pelanggaran udara di wilayah Polandia.
Ketegangan yang berlarut-larut di kawasan Eropa Timur bukan hanya persoalan militer, melainkan juga berdampak serius terhadap ekonomi global. Serangan yang menargetkan pelabuhan seperti di Izmail, yang berperan penting dalam ekspor biji-bijian dan komoditas pertanian Ukraina, berpotensi mengganggu pasokan global terutama gandum, jagung, dan minyak bunga matahari. Ukraina adalah salah satu penyuplai utama pangan dunia. Gangguan ini berisiko mendorong harga pangan global naik.
Selain pangan, konflik yang dekat dengan perbatasan NATO meningkatkan risiko geopolitik global, yang secara langsung berdampak pada harga energi dan logistik internasional. Ketidakpastian ini cenderung mendorong naiknya harga minyak mentah dan gas alam, seiring dengan meningkatnya risiko keamanan transportasi energi lintas wilayah.
Bagi Indonesia, ada beberapa efek yang mungkin langsung maupun tidak langsung dirasakan:
Kenaikan Harga Pangan Impor dan Domestik: Indonesia mengimpor sebagian kebutuhan pangan seperti gandum dari Ukraina dan Rusia. Gangguan ekspor Ukraina akibat serangan Rusia dapat memicu kenaikan harga tepung terigu, roti, mi instan, hingga pakan ternak di dalam negeri.
Inflasi dan Tekanan Terhadap Daya Beli: Lonjakan harga energi dan pangan dunia bisa memicu inflasi di Indonesia. Kenaikan biaya logistik dan produksi dapat berimbas ke harga-harga konsumen, yang pada akhirnya menekan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah.
Volatilitas Pasar Keuangan dan Nilai Tukar Rupiah: Ketegangan geopolitik yang meningkat sering memicu aksi “flight to safety”, di mana investor global menarik dana dari negara berkembang dan mengalihkan ke aset-aset aman seperti dolar AS atau emas. Hal ini bisa memicu pelemahan rupiah dan gejolak di pasar keuangan domestik.
Tekanan terhadap Subsidi dan Anggaran Negara: Jika harga minyak mentah dunia naik secara signifikan, pemerintah Indonesia perlu mengeluarkan anggaran lebih besar untuk subsidi energi, seperti bahan bakar dan listrik. Ini bisa membebani APBN dan menggeser alokasi belanja untuk sektor lain.
Ketidakpastian Perdagangan dan Investasi Global: Ktidakpastian geopolitik jangka panjang menurunkan kepercayaan dunia usaha, baik dalam perdagangan internasional maupun investasi asing langsung (FDI). Hal ini bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia jika ekspor dan investasi terganggu.
Secara umum, situasi ini menunjukkan bahwa konflik bersenjata, meski jauh dari wilayah Indonesia, tetap memiliki implikasi yang luas. Bagi Indonesia, penting untuk menjaga stabilitas dalam negeri, memperkuat ketahanan pangan dan energi, serta bersikap aktif dalam diplomasi internasional demi mendorong perdamaian dan menjaga kestabilan kawasan.
Penulis, Editor: Agusto Sulistio
Sumber: News Week, Reuters, Aljazira