Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
22 Agustus 2024, di tengah demo besar masyarakat melawan Baleg (Badan Legislasi) DPR untuk membatalkan Putusan MK No 60 dan 70, yang juga terkait dengan kepentingan dirinya dalam pencalonan pilkada, Kaesang bersama istrinya, Erina Gudono, malah melancong ke Amerika Serikat, menggunakan jet pribadi.
Indonesia geram. Indonesia marah. Kaesang, anak penyelenggara negara, anak presiden, mempertontonkan gaya hidup mewah. Pertanyaannya, dari mana Kaesang membiayai perjalanan dengan jet pribadi tersebut?
Yang pasti, Kaesang tidak mungkin membiayai perjalanan dengan jet pribadi tersebut dari penghasilannya.
Artinya, ada pihak lain yang membiayai perjalanan jet pribadi ini.
Artinya, Kaesang telah menerima gratifikasi, yang masuk kategori tindak pidana korupsi.
Karena itu, Kaesang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Setelah gonjang-ganjing hampir sebulan, Kaesang akhirnya mendatangi kantor KPK pada 17 September 2024. Di hadapan KPK, Kaesang mengatakan “nebeng teman”.
Yang menarik, bagi Kaesang, bagi anak penyelenggara negara, dalam hal ini Presiden, “nebeng teman” ke Amerika Serikat, menggunakan pesawat jet pribadi, termasuk kategori gratifikasi, yaitu menerima hadiah atau imbalan yang tidak mungkin diperoleh apabila yang bersangkutan bukan anak penyelenggara negara.
Kasus gratifikasi dapat diilustrasikan sebagai berikut. Misalnya, ada anak penyelenggara negara bertempat tinggal di rumah yang sangat mewah, dengan nilai wajar biaya sewa diperkirakan Rp10 miliar, selama periode tertentu.
Anak penyelenggaran negara tersebut kemudian mengaku, bahwa dia tidak menyewa rumah mewah tersebut, tetapi dikasih pinjam oleh temannya, alias nebeng.
Tentu saja alasan konyol ini tidak bisa diterima oleh aparat penegak hukum yang jujur dan berpikiran normal. Untuk itu perlu diselidiki lebih mendalam.
Dampak dari pengakuan “nebeng teman” ini, tanpa bayar uang sewa, merupakan pengakuan secara eksplisit, bahwa anak penyelenggara negara tersebut telah menerima hadiah atau kenikmatan yang dinamakan gratifikasi, dalam bentuk sewa tempat tinggal gratis.
Dampak lainnya yang lebih serius, rumah tinggal mewah yang ditempati anak penyelenggara negara tersebut bisa saja rumah milik sendiri, milik penyelenggara negara bersangkutan, tetapi diatasnamakan orang lain, untuk menyamarkan asal-usul kepemilikan hartanya.
Penyamaran asal-usul kepemilikan harta seperti properti, mobil, kapal pesiar, bahkan private jet, masuk kategori tindak pidana pencucian uang (ilegal), atau TPPU, termasuk uang yang berasal dari korupsi.
Kasus gratifikasi biasanya bersamaan dengan kasus tindak pidana pencucian uang. KPK sudah berpuluh-puluh kali mengungkap kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang, karena kepemilikan harta penyelenggara negara yang bersangkutan disamarkan atas nama orang lain.
Tahun ini KPK berhasil menyeret dan mengadili dua kasus gratifikasi, dan sekaligus tindak pidana pencucian uang, yang dilakukan oleh eks kepala bea cukai Yogyakarta Eko Darmanto dan eks kepala bea cukai Makassar Adhi Pramono.
Rafael Alun, pegawai direktorat pajak, juga dinyatakan bersalah telah menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang, setelah gaya hidup mewah keluarganya dibongkar netizen, dan kemudian beredar luas di berbagai media sosial dan media online.
Pengakuan Kaesang “nebeng teman” dalam perjalanan ke Amerika Serikat dengan menggunakan pesawat jet pribadi secara eksplisit merupakan pengakuan bahwa yang bersangkutan telah menerima gratifikasi, telah menerima kenikmatan dalam bentuk perjalanan gratis ke Amerika Serikat dengan jet pribadi.
Maksud hati memberi klarifikasi “nebeng teman” agar terhindar dari kasus gratifikasi. Apa daya, pengakuan “nebeng teman” malah menegaskan, Kaesang telah menerima gratifikasi, dan kemungkinan besar juga akan kena tindak pidana pencucian uang.
Karena itu, KPK tidak bisa mengelak lagi untuk segera mengusut kasus dugaan gratifikasi Kaesang yang sudah begitu terang-benderang. KPK sebaiknya jangan memancing amarah publik yang sudah memuncak, dengan membiarkan kasus ini menguap.
(dd/pm)