https://pikiranmerdeka.com

Wujudkan Demokrasi

Korupsi Kian Menggurita, Bamsoet: Indonesia Butuh Strategi Baru

Feb 28, 2025 #Bamsoet

Jakarta, Pikiranmerdeka.com – Pemberantasan korupsi di Indonesia semakin menghadapi tantangan besar. Puluhan tahun berjalan, namun hasil yang dicapai tampak jauh dari harapan. Alih-alih berkurang, kasus-kasus korupsi justru semakin masif dengan nilai kerugian negara yang fantastis.

Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet), menyuarakan keprihatinannya terhadap fenomena ini. Ia menyoroti ketidakseimbangan antara upaya pemberantasan korupsi dengan eskalasi kerugian yang diderita negara.

“Sangat miris, saat pemerintah berupaya menekan efisiensi anggaran hingga Rp 306 triliun, beberapa kasus korupsi justru memperlihatkan kerugian yang jauh lebih besar, bahkan sulit diterima akal sehat. Bayangkan, satu kasus korupsi saja bisa mengakibatkan negara rugi hampir Rp 1.000 triliun,” tegas Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (28/2/25).

Pernyataan Bamsoet bukan tanpa dasar. Beberapa kasus korupsi yang terungkap dalam beberapa tahun terakhir mencerminkan betapa sistem birokrasi Indonesia masih rentan disusupi praktek korupsi sistemik. Salah satu yang paling mencengangkan adalah kasus pengoplosan bensin yang ditaksir menyebabkan kerugian negara hampir Rp 968,5 triliun. Selain itu, korupsi tata niaga timah mencapai angka Rp 300 triliun, sementara skandal Jiwasraya merugikan negara Rp 16,8 triliun.

Sementara itu, dalam kurun 2020-2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya berhasil mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 2,5 triliun. Dibandingkan dengan nilai korupsi yang terungkap, angka ini menunjukkan ketimpangan yang sangat mencolok.

Korupsi Sistemik, Negara Dirampok dari Dalam

Bamsoet menilai kondisi ini memperlihatkan dua fakta pahit. Pertama, pemberantasan korupsi yang telah berlangsung selama puluhan tahun belum membuahkan hasil signifikan. Korupsi justru semakin kompleks dan merajalela, dengan modus yang semakin canggih.

Kedua, tidak semua kementerian dan lembaga (K/L) memiliki komitmen serius dalam memerangi korupsi. Bahkan, di beberapa institusi, praktek korupsi seolah menjadi bagian dari sistem. Bukan hanya oknum, tetapi kelompok kejahatan terorganisir yang secara sistematis merampok keuangan negara.

“Korupsi yang mencapai belasan hingga ratusan triliun rupiah tidak mungkin hanya dilakukan satu-dua orang. Ini melibatkan kelompok besar dalam birokrasi,” ujar Bamsoet.

Ia juga menyoroti lemahnya fungsi Inspektorat Jenderal (Itjen) di berbagai kementerian dan lembaga. Pengawasan internal yang seharusnya menjadi benteng pertama pencegahan korupsi justru lumpuh. Alih-alih berfungsi sebagai watchdog, beberapa inspektorat justru terkesan membiarkan praktek korupsi berkembang.

Saatnya Strategi Baru: Indonesia Tidak Bisa Berjalan di Tempat

Melihat realitas yang ada, Bamsoet menegaskan perlunya strategi baru dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Metode yang diterapkan selama ini terbukti tidak efektif, sementara nilai korupsi terus membengkak.

“Pemerintah dan DPR harus merumuskan pendekatan baru dalam pemberantasan korupsi. Kita tidak bisa terus menggunakan cara lama sementara kejahatan ini semakin maju dan sistematis,” pungkasnya.

Korupsi bukan hanya sekadar kejahatan biasa, tetapi telah menjadi ancaman eksistensial bagi negara. Tanpa perubahan strategi yang signifikan, Indonesia akan terus terjebak dalam lingkaran setan yang sama: pemberantasan korupsi yang lemah, sementara prakteknya semakin menggila.

Editor: Agusto sulistio