Oleh: Prof. H. Eggi Sudjana
Sebagai rakyat Indonesia yang berintegritas, kita tentu memahami bahwa politik dan hukum sering berjalan beriringan. Salah satu momen penting dalam sistem pemerintahan adalah prosesi sumpah jabatan bagi pejabat negara. Untuk presiden Republik Indonesia, pelantikan berlangsung setiap 20 Oktober dalam siklus lima tahunan, seperti yang telah dijalani oleh Presiden Joko Widodo pada 2014 dan 2019, serta Presiden Prabowo Subianto pada 2024. Pada 20 Februari 2025 mendatang, untuk pertama kalinya seluruh gubernur, bupati, dan wali kota se-Indonesia akan dikumpulkan bersama untuk dilantik dan diambil sumpah jabatannya.
Dalam konteks ini, penting bagi kita untuk menyampaikan pesan moral agar para pejabat memiliki persepsi, kesadaran, dan kepatuhan yang sama dalam menjalankan tugasnya. Hal ini demi terwujudnya visi Indonesia Emas 2045, yang tinggal sekitar 15 tahun lagi. Oleh karena itu, para pejabat negara, termasuk presiden yang sedang menjabat, diharapkan membuka hati, pikiran, dan inderanya untuk merenungkan pesan moral yang berlandaskan ajaran Al-Qur’an.
https://youtube.com/post/UgkxWO6YFgPDBiOoyDXEjDdQ5q15zdiZhAe2?si=UNAva_vx5Wz9T7P5
Dalam menjalankan amanah kepemimpinan, ada enam prinsip utama yang harus diperhatikan, sebagaimana tercantum dalam Surat Al-Anbiya (21) ayat 73:
Allah telah menjadikan mereka pemimpin – Seorang pemimpin harus memberikan petunjuk dan arahan kepada rakyatnya.
Petunjuk yang dijadikan pedoman adalah wahyu Allah (Al-Qur’an) – Bukan sekadar kepentingan politik atau kebijakan pribadi.
Harus berbuat kebaikan – Kebijakan yang dibuat harus membawa kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat tanpa diskriminasi.
Wajib menunaikan sholat – Seorang pemimpin harus menjalankan kewajibannya dalam beribadah.
Harus membayar zakat – Tidak boleh ada pemimpin yang kikir terhadap kewajibannya berbagi dengan rakyat.
Tidak boleh musyrik – Seorang pemimpin harus mengutamakan ketakwaan kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya.
Hal ini diperkuat oleh firman Allah dalam Surat Al-Hajj (22) ayat 41, yang menegaskan bahwa pemimpin yang diberi kedudukan di muka bumi wajib melaksanakan sholat, menunaikan zakat, memerintahkan kebaikan, dan mencegah kemungkaran.
Seorang pemimpin memiliki tanggung jawab besar dalam menjalankan tugasnya, sebagaimana dijelaskan dalam Surat Ali Imran (3) ayat 26-27. Adapun tanggung jawab tersebut mencakup:
Menegakkan ibadah sholat dan mendorong rakyatnya untuk melakukan hal yang sama.
Menunaikan zakat sebagai bentuk kepedulian sosial, bukan sekadar membayar pajak.
Membuat kebijakan yang adil dan sejahtera bagi rakyat.
Melindungi rakyat dari segala bentuk kedzaliman dan tindakan yang merugikan.
Menyadari bahwa setiap kebijakan dan tindakan akan dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat.
Sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, khususnya dalam pembukaan alinea keempat, tugas utama pemimpin adalah:
Melindungi seluruh rakyat Indonesia.
Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Mencerdaskan kehidupan bangsa.
Menjaga ketertiban dunia dan menghapus segala bentuk penjajahan.
Dalam sistem pemerintahan Indonesia, konsep Trias Politica membagi kekuasaan menjadi tiga cabang: eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Eksekutif mencakup presiden, menteri, gubernur, bupati/wali kota hingga tingkat lurah dan RT/RW. Legislatif meliputi DPR, DPRD, DPD, dan MPR RI. Sementara yudikatif terdiri dari berbagai lembaga peradilan, mulai dari Mahkamah Agung hingga pengadilan tingkat daerah, serta institusi penegak hukum lainnya seperti kejaksaan dan kepolisian.
Presiden dan wakil presiden yang telah dilantik dan bersumpah di hadapan DPR/MPR berdasarkan Pasal 9 UUD 1945 memiliki kewajiban untuk menjalankan amanah konstitusi dengan sebaik-baiknya. Mereka bertanggung jawab tidak hanya kepada rakyat, tetapi juga kepada Allah atas setiap keputusan yang mereka buat.
Dalam perspektif Islam, Pancasila, dan UUD 1945, kepemimpinan sejatinya harus mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Oleh karena itu, seluruh elemen bangsa baik pejabat maupun masyarakat perlu menyadari pentingnya menegakkan prinsip keimanan dan ketakwaan dalam kehidupan bernegara. Dengan begitu, Indonesia dapat terus bergerak maju menuju kemakmuran dan keadilan yang hakiki.
Editor: Agusto Sulistio