ProDEM, lahir dari semangat aktivis mahasiswa era 1980-1990an, adalah kekuatan civil society yang memainkan peran utama dalam Reformasi 1998. Meneruskan perjuangan generasi sebelumnya era mahasiswa 1960an-70an, tetap konsisten menjaga agar demokrasi berpihak pada rakyat.
Dalam Rembuk Kebangsaan, Senator ProDEM (Jakarta, 13 Agustus 2024) menyimpulkan bahwa Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo tengah mengalami krisis kedaulatan rakyat. Prinsip bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat semakin melemah, dengan kebebasan berpendapat, pers, dan hak berorganisasi yang semakin dibatasi. Hukum tidak lagi menjadi panglima, melainkan alat kekuasaan, menandai praktik politik yang ugal-ugalan dan menyimpang dari kaidah demokrasi.
ProDEM menegaskan bahwa negara saat ini lebih melayani kepentingan oligarki, yang dengan kekayaan dan pengaruh besar telah merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan demokrasi. Mereka menyoroti bagaimana kesejahteraan rakyat, cita-cita luhur Reformasi, tak kunjung tercapai, dengan demokrasi yang runtuh, ekonomi yang hancur, dan hutang luar negeri yang membengkak.
ProDEM juga mengecam pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang kapitalistik dan melanggar nilai-nilai Pancasila serta UUD 1945, terutama Pasal 33 Ayat 3 dan Pasal 27 Ayat 2, yang mengabaikan hak asasi manusia dan lingkungan.
Dalam rekomendasinya, ProDEM menyerukan:
- Mendata kejahatan para penyelenggara negara.
- Menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
- Merevisi UU antirakyat seperti UU Omnibus, UU KPK, dan lainnya.
- Mengusulkan UU Lembaga Kepresidenan untuk memperkuat demokrasi.
- Menyusun ulang UU Politik.
- Menempatkan Kepolisian di bawah Kemendagri.
- Mengelola SDA secara adil dan berkelanjutan sesuai nilai Pancasila dan konstitusi.
- Menata ulang tata ruang nasional untuk keseimbangan distribusi SDA.
- Menanamkan pendidikan lingkungan sejak dini di semua bidang kehidupan.
Inisiator Rembuk Kebangsaan Senator ProDEM di antaranya: Effendi Saman, Paskah Irianto, Arwin Lubis, Ultra Syahbunan, Sirra Prayuna, Muchtar Sindang, Standarkiaa Latief, Hakim Hatta, Swary Utami Dewi, dan Desyana.
(Agt, Do/PM)