Nilai tukar rupiah ditutup di level Rp16.413 per dolar AS pada Rabu (26/6) sore. Mata uang Garuda melemah 38 poin atau 0,23 persen dari perdagangan sebelumnya. Kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) juga menunjukkan pelemahan rupiah ke posisi Rp16.435 per dolar AS.
Pergerakan mata uang di kawasan Asia pun cenderung negatif. Bath Thailand melemah 0,13 persen, ringgit Malaysia turun 0,22 persen, dolar Singapura melemah 0,1 persen, dan rupee India turun 0,25 persen. Won Korea Selatan melemah 0,1 persen, peso Filipina turun 0,15 persen, yuan China melemah 0,05 persen, dan dolar Hong Kong turun 0,01 persen.
Mata uang negara maju juga mayoritas mengalami pelemahan. Poundsterling Inggris melemah 0,13 persen, dolar Kanada turun 0,06 persen, Franc Swiss melemah 0,18 persen, dan euro Eropa turun 0,18 persen. Sementara itu, dolar Australia mengalami penguatan sebesar 0,47 persen.
Analis DCFX Futures, Lukman Leong, menyatakan bahwa pelemahan rupiah dan mata uang lainnya terjadi di tengah penguatan dolar AS. Penguatan dolar AS ini didorong oleh pernyataan hawkish dari pejabat bank sentral AS (The Fed), Michelle Bowman, yang menyatakan bahwa suku bunga bisa dinaikkan apabila inflasi di AS tetap tinggi.
“Dolar AS menguat setelah pernyataan hawkish dari pejabat The Fed Bowman yang mengatakan bahwa suku bunga bisa dinaikkan apabila inflasi di AS masih bertahan tinggi,” jelas Lukman mengutip CNNIndonesia.com.
Kondisi ini memicu kekhawatiran bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, sehingga memberikan tekanan pada mata uang lainnya, termasuk rupiah.
Penulis: Agusto Sulistio