Sengketa Sekolah HighScope RancamayaDan ternyataHighScope di AS Hanya Menyelenggarakan Pendidikan TK, Bukan SD-SMA

Jun 5, 2025

Pikiran merdeka.com,Jakarta, 5 Juni 2025 – kuasa hukum tergugat Chandra Goba.SH.Dolan Alwindo Colling.SH.dan Putrawan Duha.SH.menjelaskan kepada awak media di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Sengketa kepemilikan dan pengelolaan Sekolah HighScope Rancamaya semakin memanas. Yayasan Bina Tunas Abadi (YBTA), yang sejak tahun 2008 menjadi pengelola sekolah tersebut, mengeluarkan klarifikasi resmi terkait konflik hukum dengan Yayasan Perintis Pendidikan Belajar Aktif (YPPBA) yang terjadi sejak Desember 2023.

, YBTA menegaskan bahwa mereka adalah pihak yang sah secara hukum dalam mengelola Sekolah HighScope Rancamaya. Legalitas tersebut ditunjukkan melalui akta pendirian yayasan, SK dari Kementerian Hukum dan HAM, serta izin operasional dari Dinas Pendidikan yang masih berlaku hingga hari ini.

“Sejak awal, seluruh aspek legalitas operasional sekolah berada di bawah kewenangan YBTA. Kami menjalankan tugas ini dengan penuh tanggung jawab,” ujar kuasa hukum YBTA dalam pernyataan resminya.

YBTA menyebut pengambilalihan oleh YPPBA dilakukan secara sepihak dan tanpa dasar hukum. Tidak ada putusan pengadilan maupun surat kuasa resmi yang membenarkan pengambilalihan aset, staf, maupun arus keuangan sekolah oleh YPPBA.

Lebih lanjut, YBTA menjelaskan bahwa kerja sama antara mereka dan PT HighScope Indonesia dulunya berjalan dalam skema sublisensi, yang saat itu diyakini memiliki afiliasi dengan HighScope Educational Research Foundation (HSERF), lembaga pemilik merek HighScope yang berbasis di Amerika Serikat. Namun, hasil penelusuran melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham menunjukkan bahwa tidak pernah ada perjanjian lisensi resmi antara HSERF dan YPPBA maupun PT HighScope Indonesia, sebagaimana disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2018.

“Bahkan, ada indikasi bahwa penggunaan nama ‘HighScope’ dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari pemilik merek asal,” kata kuasa hukum.

YBTA juga menyampaikan fakta yang jarang diketahui publik: HighScope di Amerika Serikat hanya menyelenggarakan pendidikan untuk jenjang anak usia dini (early childhood), yakni TK. Tidak ada sekolah dasar, menengah, atau atas dalam struktur resmi HSERF.

“Ini penting diketahui orang tua murid. Jenjang SD, SMP, dan SMA dengan nama HighScope bukan bagian dari sistem resmi HSERF di AS. Kami justru menahan diri untuk membuka SMP dan SMA karena menunggu kejelasan hukum,” tambahnya.

Saat ini, Sekolah HighScope Rancamaya yang dikelola oleh YBTA hanya menyelenggarakan jenjang TK dan SD dengan akreditasi A. YBTA menyatakan komitmennya untuk terus menjaga kualitas dan integritas pendidikan, sembari menunggu kepastian hukum atas lisensi dan kurikulum internasional yang sesuai.

Menariknya, pada 2 Mei 2024 lalu, Presiden HSERF, Alejandra Baraza, disebut telah mengirimkan surat resmi yang meminta agar YPPBA mengembalikan pengelolaan sekolah kepada YBTA. Kesepakatan antara kedua pihak juga sempat dicapai pada 6 Mei 2024, namun belum dijalankan oleh YPPBA hingga kini.

YBTA menduga, sengketa ini menjadi penyebab mengapa nama Indonesia kini tidak lagi tercantum dalam daftar International Institutes di situs resmi www.highscope.org. Jika benar, hal ini dapat menjadi sinyal kuat bahwa pemilik lisensi di AS telah menarik pengakuan terhadap pihak-pihak di Indonesia.

Sebagai langkah lanjutan, YBTA menyatakan tengah menjalin komunikasi dengan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) dan pihak internasional untuk menyelidiki potensi pelanggaran merek dan lisensi.

“Kami menyayangkan itikad baik kami justru dibalas dengan gugatan hukum. Proses ini bukan semata soal kepemilikan, tapi soal menjaga transparansi dan kelayakan tata kelola pendidikan. Pendidikan bukan aset bisnis semata, tetapi amanah yang menyangkut masa depan generasi bangsa,” tutup pernyataan resmi YBTA.