Pikiranmerdeka.com, Jakarta – Menkes Budi Gunadi Sadikin dan Menko PMK Pratikno menerima rekomendasi kebijakan TBC dalam bentuk Policy Memo yang diserahkan langsung oleh Stop TB Partnership Indonesia (STPI) pada Kamis, 28 November 2024 di Jakarta.
Policy memo yang dibuat oleh STPI serta mitra TBC tersebut berisi tantangan kritis serta peluang strategis dalam mempercepat eliminasi TBC di Indonesia.
Memo ini merekomendasikan strategi dan kebijakan berbasis bukti untuk memperkuat upaya eliminasi TBC, menurunkan beban kesakitan, serta mengurangi angka kematian akibat TBC yang dapat diterapkan pada awal periode pemerintahan 2024-2029.
TBC sendiri merupakan penyakit menular yang sudah sangat lama di Indonesia. “Ini adalah penyakit paling infectious karena sudah mencapai 1 miliar dan Indonesia berada pada posisi ke-2 dunia,” terang Menteri Kesehatan Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHFC, CLU dalam sambutannya.
Beliau juga menerangkan bahwa upaya yang akan dilakukan Kementerian Kesehatan adalah penemuan kasus diperkuat, pengobatan TBC diselesaikan dan pencegahan TBC dengan vaksin yang kemungkinan akan didistribusikan pada tahun 2028 atau 2029.
Kegiatan ini dikemas dalam “Cabaret Show: Dermaga Akhir Eliminasi TBC 2030” yang juga di dalamnya terdapat sesi monolog berjudul “You Never Walk Alone” dengan melibatkan pentaheliks yang terdiri dari kaum muda (perwakilan Caraka TB Institute), media (deduktif.id), akademisi, perusahaan (Otsuka), dan komunitas TBC (PR Konsorsium Penabulu-STPI).
Pesan yang disampaikan dalam sesi tersebut adalah sangat dibutuhkan upaya kolaborasi antar unsur masyarakat serta beberapa stakeholder dalam percepatan eliminasi TBC 2030.
Dalam kesempatan tersebut, juga diadakan talkshow bersama pemangku kepentingan seperti dr.Ina Agustina Isturini, MKM selaku Direktur P2PM Kemenkes RI; Dr.Chaerul Dwi Sapta, SH., M.AP selaku Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III Kemendagri RI.
Lalu ada juga dr. Nancy Dian Anggraeni, M.Epid selaku Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK; dr.Henry Diatmo, MKM selaku Direktur Eksekutif STPI; Prof.Erlina Burhan, M.Sc. Sp.P(K) sebagai akademisi; dan dr.Ayman Alatas selaku influencer kesehatan.
Pada sesi talkshow dr.Henry Diatmo menyampaikan bahwa memo ini dirancang dengan melibatkan 50 lebih lembaga pemerintah maupun non pemerintah yang kemudian dihimpun untuk disatukan menjadi memo kebijakan.
“Kami mendorong supaya semua pihak untuk terlibat sesuai perannya masing-masing dalam mendukung pemerintah dan diharapkan pemerintah memberikan ruang bagi kami untuk mendorong program eliminasi TBC 2030,” tambah dr.Henry.
Menyambung hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc juga menyampaikan bahwa, “Terima kasih sudah merumuskan memo kebijakan ini yang sangat bermanfaat terutama bagi kami untuk menjalankan perintah presiden dalam quick win yang mana 7 diantaranya harus dikoordinasikan oleh Menko PMK.”
Kemendagri juga mendukung eliminasi TBC dengan membuat rapat koordinasi kebijakan TBC di daerah pada setiap minggunya, “Kami melaksanakan forum kepala daerah mulai dari Juni setiap minggu jam 8-12 siang kita sisipkan bagaimana penguatan TBC sesuai amanat perpres No. 67 tahun 2021. Dengan adanya pertemuan rutin ini, memang ada pergerakan walaupun tidak signifikan.” jelas Arifin Efendi Hutagalung selaku koordinator substansi kesehatan direktorat sinkronisasi urusan pemerintah daerah III Kemendagri.
Dalam memperkuat capaian tersebut, Prof Erlina menyampaikan bahwa inovasi berbasis penelitian sangat dibutuhkan saat ini. Sudah banyak inovasi yang ditemukan, seperti obat BPaL untuk pasien TBC Resisten Obat (RO) yang awalnya bisa sembuh dalam waktu 24 bulan, sekarang hanya 6 bulan saja.
“Inovasi adalah kunci kita untuk eliminasi karena kalau kita tidak melakukan inovasi itu business as usual. Contoh sekarang ada tongue swab yang akan kami teliti dalam hal diagnosis TBC dan kami akan terus melakukan inovasi dalam mendukung eliminasi TBC,” Tambah Prof. Erlina.
Untuk mendukung rekomendasi memo kebijakan, dr.Ayman sebagai influencer kesehatan juga menyampaikan pentingnya menghindari stigma dan diskriminasi yang sering dialami pasien TBC.
“Stigma dan diskriminasi TBC itu nyata dan kita semua punya peran untuk melawannya, salah satunya dengan menggunakan media sosial yang bisa kita pegang sendiri,” ujar Ayman.
dr.Nurul Luntungan selaku Ketua Yayasan STPI menyimpulkan bahwa menuju eliminasi TBC 2030 tinggal 6 tahun lagi. Apabila kita tetap berada pada track yang sama tanpa berkolaborasi dari semua pihak, maka mimpi bebas TBC hanya menjadi angan belaka. Rekomendasi yang telah dibuat secara bersama oleh semua mitra TBC ini, tidak boleh hanya menjadi dokumen saja.
“Saya yakin pemerintah baru saat ini sangat handal, saya harap pemerintah bisa mengambil langkah tepat dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada” pungkas Nurul menutup. (Amhar)