Pikiranmerdeka.com, Jakarta – Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati yang menyebabkan sesak napas, produksi dahak kronis dan batuk. PPOK saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia dan sering terjadi pada populasi umum terutama di negara-negara rendah.
Secara global diperkirakan tiga juta orang meninggal setiap tahun karena PPOK. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat karena jumlah penduduk usia tua yang meningkat dan pajanan yang berkelanjutan terhadap faktor risiko, seperti asap tembakau.
Pajanan asap tembakau dan partikel dan gas beracun lain s yang dihirup adalah faktor risiko utama PPOK, meskipun penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa PPOK dihasilkan dari kombinasi faktor risiko genetik dan lingkungan yang terjadi selama seumur hidup, dimulai sejak di dalam rahim dan berlanjut selama bayi dan remaja.
Hari PPOK Sedunia adalah inisiatif global tahunan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan menyajikan informasi baru dan strategi penatalaksanaan PPOK di seluruh dunia.
Hari PPOK Sedunia tahunan ke-23 akan berlangsung pada 20 November 2024. Tujuan tema tahun ini adalah menyoroti pentingnya pemeriksaan faal paru, juga dikenal sebagai spirometri.
“Spirometri merupakan prosedur penting untuk mendiagnosis PPOK,dan juga dapat digunakan penanda kesehatan,” demikian dikatakan oleh Ketua Pokja Bidang Asma & PPOK, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr. Budhi Antariksa, PhD,sp.P(K) pabu, 20 November 2024 dalam Konferensi Pers secara virtual (daring).
Lebih lanjut dalam paparannya, Dr. Budhi menyampaikan bahwa paru kita berkembang sejak dalam kandungan sampai dewasa muda. Sepanjang periode ini rentan terhadap gangguan seperti polusi udara dan infeksi pernapasan yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan paru. Keadaan ini meningkatkan risiko timbulnya penyakit paru kronis di kemudian hari.
“Faal paru tidak hanya sebagai prediktor kesehatan paru, tetapi kesehatan kita secara keseluruhan. Penurunan faal paru dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian akibat pernapasan maupun non penyebab pernapasan (seperti peningkatan kejadian kardiovaskular). Mengukur faal paru dengan spirometri dapat memberikan peluang untuk dini diagnosis dan intervensi terapeutik yang cepat,” terangnya.
Dr. Budhi mengungkapkan, inisiatif untuk mengurangi beban PPOK dan mempromosikan kesehatan paru sedang berlangsung di seluruh dunia, termasuk program berhenti merokok, memerangi polusi udara baik dalam ruangan maupun polusi di luar ruangan, serta mendeteksi faktor yang tidak menguntungkan di masa kanak-kanak.
“Meskipun saat ini tidak ada obat untuk menyembuhkan PPOK, tindakan untuk mencegah dan meningkatkan kualitas hidup harus diketahui oleh semua individu,” tandasnya.
Dr. Budhi menyebut, semua profesi dapat membantu terwujudnya cita-cita tersebut. Semua dapat mengupayakan terciptanya lingkungan untuk dapat bernapas dengan aman. Semua warga negara dapat menjadi penjaga kualitas udara yang baik.
Dia tambahkan, Pasien maupun keluarga dapat membantu advokasi lebih banyak adanya penelitian mengenai PPOK yang dilakukan para akademisi dan membantu advokasi akses perawatan yang lebih baik. Hal lain yang penting yaitu ketersediaan obat-obatan, skrining spirometri rutin.
“Selain itu, para pembuat kebijakan dapat bekerja sama untuk meningkatkan akses pemeriksaan spirometri dan advokasi penggunaannya sebagai penanda kesehatan umum, yang tidak hanya untuk diagnosis penyakit obstruksi saluran napas, tetapi juga sebagai penanda kesehatan umum,” tutur Dr. Budhi, menutup.
Kontributor : Amhar