https://pikiranmerdeka.com

Wujudkan Demokrasi

Badai PHK dan Lesunya Daya Beli, Toko Besar  Ini Terpaksa Tutup

Mei 9, 2025

Di tengah gempuran e-commerce dan perubahan pola konsumsi masyarakat pasca-pandemi, dunia ritel Indonesia kembali diguncang kabar tak sedap. PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), salah satu jaringan peritel fesyen terbesar di Tanah Air, dikabarkan akan menutup delapan gerainya secara permanen. Penutupan ini bukan yang pertama, dan tampaknya bukan yang terakhir.

Kabar tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, pada Kamis (8/5). Ia menyebut bahwa keputusan ini diambil lantaran perusahaan menghadapi tekanan berat, dari lesunya daya beli masyarakat hingga makin meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor industri.

“Daya beli masyarakat masih lesu, ekonomi Indonesia juga mengkhawatirkan, ditambah banyak yang kena PHK. Ini membuat peritel seperti Matahari terpaksa menutup gerainya,” ujar Roy.

Penutupan ini bukan hanya soal strategi bisnis. Ini adalah indikator serius dari ketidakseimbangan fundamental ekonomi domestik konsumsi rumah tangga yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional terus melemah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal I 2025 pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya mencapai 4,8%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang berada di angka 5,03%.

Faktor eksternal pun turut memberi tekanan. Perlambatan ekonomi global, termasuk stagnasi di pasar ekspor utama seperti Tiongkok dan Eropa, berdampak pada menurunnya permintaan ekspor Indonesia. Sektor-sektor padat karya seperti tekstil dan alas kaki yang selama ini menopang lapangan kerja juga mengalami kontraksi. Pada akhir 2024, data dari Kementerian Ketenagakerjaan mencatat lebih dari 100 ribu pekerja terkena PHK, sebagian besar dari industri manufaktur dan ritel.

Dalam kondisi seperti ini, gerai-gerai fisik menjadi beban operasional yang mahal. Ketika masyarakat beralih ke belanja online dan lebih selektif dalam pengeluaran, terutama untuk kebutuhan non-prioritas seperti fesyen, peritel besar seperti Matahari pun harus beradaptasi atau menyerah.

Penutupan gerai Matahari adalah gejala dari penyakit ekonomi yang lebih dalam terkikisnya kelas menengah bawah yang dulu menjadi tulang punggung pertumbuhan konsumsi. Tanpa intervensi yang menyentuh langsung kantong rakyat seperti subsidi upah, insentif belanja domestik, atau restrukturisasi sektor industri padat karya badai penutupan usaha dan PHK bisa terus bergulir.

Editor: Agusto Sulistio