Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kian nyata di Indonesia. Bukan lagi sekadar isu, tetapi fakta lapangan yang terkonfirmasi oleh data resmi. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat, sebanyak 35.000 pekerja mengajukan klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) hanya dalam kurun satu bulan, dari 31 Maret hingga 30 April 2024.
Angka ini disampaikan langsung oleh Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan, Oni Marbun, yang mengungkap bahwa terjadi lonjakan 100 persen klaim dibandingkan periode sebelumnya. “Naiknya 100 persen. Nilai total klaim yang dibayarkan mencapai Rp161 miliar, meningkat 48 persen dibandingkan tahun lalu,” kata Oni saat ditemui di Plaza BPJAMSOSTEK, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Data BPJS ini bahkan jauh di atas catatan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), yang menyebut jumlah pekerja yang terkena PHK “baru” mencapai 24.036 orang hingga April 2025 (sumber: kemnaker.go.id, April 2025). Perbedaan ini terjadi karena data BPJS mencakup kasus-kasus PHK yang mungkin terjadi sebelum 2024, namun baru diklaim sekarang, termasuk kasus besar seperti di perusahaan tekstil PT Sritex yang mengalami PHK massal akibat krisis keuangan.
Namun ironisnya, di tengah lonjakan klaim dan gelombang PHK tersebut, publik juga dihadapkan pada kabar miris potensi kerugian akibat korupsi dalam pengelolaan dana BPJS Ketenagakerjaan bisa mencapai Rp100 triliun. Angka ini terungkap dari laporan investigatif yang dilansir oleh Suara.com dan sejumlah media lain pada pertengahan 2024, yang menyebut adanya dugaan manipulasi investasi dana peserta jaminan sosial melalui instrumen keuangan berisiko tinggi dan tidak transparan (sumber: suara.com, Mei 2024).
Dengan jumlah peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan yang mencapai 35 juta orang per 2023 (data BPJS), dugaan korupsi sebesar Rp100 triliun mencerminkan bukan hanya persoalan pengawasan, tapi juga ancaman langsung terhadap jaring pengaman sosial bagi buruh dan pekerja sektor informal.
Kombinasi antara naiknya PHK, meningkatnya klaim JKP, dan bobroknya tata kelola dana sosial menandai situasi darurat ketenagakerjaan di Indonesia. Ketika para pekerja kehilangan penghasilan dan mengandalkan skema JKP sebagai penyangga hidup, kepercayaan terhadap lembaga pengelola dana justru runtuh akibat skandal yang belum tuntas diusut.
Fakta ini harus menjadi alarm keras bagi pemerintah. Tidak cukup hanya mengeluarkan data dan menyusun ulang angka statistik, dibutuhkan langkah korektif menyeluruh: audit terbuka terhadap dana BPJS, transparansi dalam manajemen investasi, serta penguatan pengawasan agar program perlindungan sosial benar-benar menjadi benteng rakyat pekerja bukan ladang korupsi.
Karena jika jaring pengaman bocor, maka yang jatuh adalah jutaan nasib keluarga buruh yang semakin kehilangan harapan.
Sumber data:
BPJS Ketenagakerjaan (8 Mei 2025), melalui pernyataan resmi Deputi Komunikasi, Oni Marbun.
Kementerian Ketenagakerjaan RI, Data PHK per April 2025 – kemnaker.go.id
Investigasi kasus dugaan korupsi BPJS Ketenagakerjaan – Suara.com, Mei 2024.
Statistik peserta aktif BPJS – Laporan Tahunan BPJS 2023.
Editor: Agusto Sulistio