Ekonomi RI di Ujung Tanduk, Berikut 9 Indikasinya

Jun 8, 2025

Indonesia tengah menghadapi gelombang perlambatan ekonomi. Dalam beberapa bulan terakhir, satu per satu indikator utama memperlihatkan bahwa kondisi ekonomi domestik tidak sedang baik-baik saja.

Gelombang PHK, daya beli yang melemah, hingga laba perbankan yang stagnan semuanya menjadi sinyal bahwa ekonomi nasional sedang berada di jalur rawan. Jika tidak segera ditangani, situasi ini bisa berubah menjadi krisis struktural yang menghantam seluruh lapisan masyarakat.

Berikut sembilan tanda yang kini menjadi alarm bahaya bagi perekonomian Indonesia:

  1. PMI Manufaktur Kembali Kontraksi

Indeks PMI Manufaktur Indonesia pada Mei 2025 jatuh ke angka 47,4. Ini bulan kedua berturut-turut berada di bawah ambang batas 50, menandakan kontraksi. Penurunan pesanan baru bahkan menjadi yang terdalam sejak Agustus 2021—menggambarkan melemahnya permintaan pasar, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

  1. Deflasi Bertubi-tubi

Deflasi kembali terjadi pada Mei 2025 sebesar 0,37%. Ini adalah deflasi ketiga sepanjang tahun ini setelah Januari dan Februari. Meski harga-harga turun, ini bukan kabar baik karena pelemahan harga menunjukkan turunnya daya beli masyarakat. Harga jatuh bukan karena pasokan berlimpah, tapi karena permintaan ambruk.

  1. Pertumbuhan Ekonomi Terendah Sejak Pandemi

Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal I-2025 hanya tumbuh 4,87%, angka terendah sejak pandemi. Bahkan momentum Ramadan gagal mendorong konsumsi masyarakat secara signifikan.

  1. Surplus Perdagangan Mengecil Drastis

Surplus neraca dagang pada April 2025 hanya US\$150 juta terkecil sejak Mei 2020. Ekspor melemah lebih cepat dibandingkan impor, menggerus cadangan devisa dan memperlemah nilai tukar rupiah.

  1. Ekspor Merosot Tajam

Ekspor Indonesia pada April 2025 anjlok menjadi US\$20,74 miliar. Ekspor migas turun 13,38%. Pelemahan ekspor akan mengurangi devisa, mengancam ketahanan ekonomi, dan meningkatkan potensi PHK di sektor industri.

  1. PHK Meluas dan Meningkat

Sejak awal 2025 hingga Maret, hampir 74 ribu pekerja terkena PHK. Di 2024, total pekerja yang berhenti karena PHK mencapai lebih dari 257 ribu orang. Dampaknya langsung, daya beli anjlok, konsumsi turun, dan kepercayaan pasar melemah.

  1. Pengangguran Naik

Pada Februari 2025, jumlah pengangguran bertambah 83 ribu orang menjadi total 7,28 juta. Ini mengindikasikan tekanan ekonomi makin berat, terutama bagi keluarga-keluarga yang kehilangan sumber pendapatan.

  1. Kredit Perbankan Melambat

Hingga April 2025, pertumbuhan kredit bank hanya 8,88% (year-on-year). Perlambatan ini dapat menghambat ekspansi bisnis, pembelian barang tahan lama, dan proyek investasi.

  1. Laba Perbankan Stagnan

Empat bank besar hanya mencatat pertumbuhan laba 0,55%. Turunnya pendapatan bunga bersih membuat bank berpotensi menaikkan suku bunga kredit, yang akan menekan dunia usaha dan masyarakat.

Kesimpulan.

Sembilan indikator ini tidak boleh dianggap biasa. Kombinasi antara pelemahan produksi, deflasi, PHK, dan menurunnya laba perbankan adalah gejala perlambatan ekonomi yang serius.

Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah korektif yang tepat baik dari sisi fiskal, moneter, maupun perlindungan sosial maka ekonomi Indonesia bisa masuk ke fase stagnasi atau bahkan krisis baru.

Catatan Redaksi:
Tulisan ini bertujuan untuk membuka mata publik bahwa ekonomi makro bukan sekadar angka di kertas, melainkan denyut kehidupan sehari-hari masyarakat. Ketika indikator memburuk, maka efeknya bisa menyentuh warung kecil di desa hingga gedung perkantoran di pusat kota.

Editor: Agusto Sulistio