Gawat! Setengah Anak Indonesia Alami Cyberbullying, Berikut Pencegahannya

Jul 4, 2025

Foto: Ilustrasi.

Hampir setengah dari anak-anak Indonesia yang mengakses internet mengalami perundungan digital atau cyberbullying. Fakta ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid dalam acara pemutaran film privat bertema cyberbullying yang digelar di Jakarta, Jumat (4/7/2025).

“Permasalahan perundungan online adalah isu serius. Kadang terlihat sepele, tapi berdampak pada psikis anak,” ujar Meutya di hadapan awak media.

Menurutnya, bentuk perundungan digital ini sering kali terjadi di ruang privat, seperti percakapan pribadi atau grup pertemanan, yang membuatnya sulit dideteksi secara langsung. Untuk itu, Komdigi berupaya mendeteksi dan menghapus konten-konten yang mengandung unsur cyberbullying di ruang digital.

Namun, Meutya menegaskan bahwa tindakan pemerintah saja tidak cukup. Edukasi secara menyeluruh tetap menjadi kunci utama dalam menciptakan lingkungan digital yang sehat bagi anak-anak.

Data yang diperoleh dari National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) memperkuat urgensi persoalan ini. Dalam empat tahun terakhir, terdapat lebih dari 5,5 juta laporan kasus pornografi anak yang berasal dari Indonesia. Angka ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan laporan tertinggi keempat secara global dan kedua di kawasan ASEAN.

Selain cyberbullying, terdapat pula ancaman digital lainnya yang menghantui anak-anak Indonesia. Sekitar 80 ribu anak di bawah usia 10 tahun tercatat telah terpapar judi online, sebuah angka yang menunjukkan meningkatnya kerentanan anak di ruang digital.

Menanggapi kompleksitas situasi ini, Meutya menekankan pentingnya regulasi yang mendukung perlindungan anak tanpa membatasi akses mereka terhadap teknologi. Salah satunya adalah penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak, yang dikenal sebagai PP Tunas.

“PP ini bukan untuk melarang anak mengakses internet, tetapi membimbing mereka agar mengenal teknologi secara aman dan bertanggung jawab,” jelas Meutya.

PP Tunas dirancang dengan pendekatan bertahap, layaknya anak belajar mengendarai sepeda dengan bantuan roda penyeimbang. Uniknya, proses pembentukan regulasi ini juga melibatkan partisipasi aktif dari anak-anak. Sebanyak 350 anak diundang untuk menyampaikan pendapat dan masukannya, sebagai bentuk keterlibatan langsung dalam merumuskan kebijakan yang berdampak bagi mereka.

“Ini komitmen kami bahwa aturan mengenai anak harus melibatkan anak dalam prosesnya,” ujar Meutya menutup pernyataannya.

Sumber: Kementerian Komunikasi dan Digital, 4 Juli 2025
Editor: Agusto Sulistio