Pikiranmerdeka.com, KOTA PADANG – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Dr. Suharyanto, S.Sos., M.M., memimpin Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana yang dihadiri oleh Wakil Gubernur Sumatera Barat Vasco Ruseimy, S.T, Forkopimda Se-Sumatera Barat, Kepala Pelaksana BPBD Provinsi dan Kabupaten/Kota yang ada di wilayah Sumatera Barat dan pemerhati bencana di lingkungan Sumatera Barat.
Rapat Koordinasi bertempat di Auditorium Istana Gubernur, Kota Padang, Sumatra Barat pada Rabu (7/5/2025). Pada rapat ini, Kepala BNPB menekankan pentingnya mitigasi dan pencegahan bencana sesuai dengan program Astacita Presiden Prabowo Subianto.
“Meningkatkan anggaran mitigasi dan penanggulangan bencana, kita mendapat dukungan di tingkat pusat dalam hal sebelum terjadi bencana. Kita sepakat bahwa pencegahan sebelum terjadi bencana itu sangat penting,” ujar Suharyanto.
“Sumatra Barat merupakan salah satu wilayah potensi bencananya cukup lengkap. Meskipun dari Januari sampai Mei 2025 kejadian bencana relatif tidak masif tapi tentu saja pemerintah daerah dan BNPB tidak lengah, yaitu dengan melakukan langkah-langkah mitigasi seperti rakor hari ini,” kata Suharyanto.
Kemudian Kepala BNPB membahas sejumlah bencana hidrometeorologi maupun geologi yang pernah terjadi dan diperkirakan berpotensi terjadi.
Salah satunya zona Megathrust yang mengintai wilayah Sumatra Barat, mungkin akan terjadi gempa dan berpotensi membangkitkan tsunami di sepanjang pesisir Sumatra Barat dan Kepulauan Mentawai.
“Kita harus mempersiapkan semaksimal mungkin, dengan melakukan latihan simulasi evakuasi dilaksanakan secara mandiri dan dari BNPB pun sudah melatih beberapa kali, serta beberapa shelter yang telah dibangun dapat menyelamatkan diri dalam waktu sementara,” tuturnya.
Selanjutnya, Suharyanto mengungkap bahwa di Sumatra Barat terdapat kearifan lokal yang dapat dijadikan sebagai salah satu upaya peningkatan kesiapsiagaan, yaitu Rumah Gadang.
“Pada tahun 2022 ada gempa di Pasaman dan Pasaman Barat, rumah gadang lebih kokoh dibandingkan bangunan baru dari bata merah roboh. Sebenarnya orang tua dan nenek moyang kita sudah tahu dan sudah paham, sehingga membuat rumah itu ketika terjadi goyangan gempa itu tahan, kemudian dibuat tinggi itu untuk mencegah air masuk,” ungkap Suharyanto.
“Ini menjadi perhatian kita semua, barangkali itu juga menjadi salah satu solusi di wilayah yang terancam potensi megathrust dalam hal membangung dan menyiapkan tata kota,” lanjutnya.
Bencana lain yang sering terjadi ialah bencana hidrometeorologi basah. Sepanjang tahun 2024 terdapat 12 kabupaten kota di Sumatra Barat terdampak dari banjir, tanah longsor dan pohon tumbang. Kejadian tersebut sebabkan 39.314 warga terdampak dan 78.877 mengungsi serta 27 orang meninggal dunia
Pembelajaran dari Erupsi Gunung Marapi
Setiap kejadian bencana tentunya akan ada hikmah dan pembelajaran yang dapat dipetik serta menjadi pengingat di masa akan datang. Salah satunya peristiwa Erupsi Gunung Marapi tahun 2023 lalu.
“Saya ingin mengingatkan Desember 2023, kelalaian jangan sampai terjadi lagi, orang meninggal karena mendaki Gunung Marapi yang saat itu statusnya level 3 atau tidak boleh ada pendakian. Kemudian terjadi erupsi yang tidak menyebabkan kerusakan kampung sekitarnya, namun karena ada pendaki yang naik akhirnya menjadi korban kena awan panas guguran,” tegas Suharyanto.
Selang beberapa bulan kemudian, tepatnya saat musim hujan melanda wilayah Gunung Marapi, menimbulkan bencana lainnya yaitu banjir lahar dingin hingga menerjang pemukiman warga.
“Kemudian bulan Mei hujan deras, muncul banjir lahar dingin, yang akibatkan meninggal 67 orang yang mengungsi empat ribu lebih,” imbuhnya.
Pasca dua kejadian itu, pemerintah langsung melakukan relokasi kepada warga yang tinggal di dalam radius atau zona berbahaya.
“Sebagian sudah direlokasi di Tanah Datar dan Agam relokasinya sudah selesai. Dicek lagi masing-masing daerah, masyarakat yang tinggal di kawasan risiko bencana jarak 7 sampai 8 kilometer dari puncak Gunung Marapi sudah tidak boleh lagi ada yang tinggal di situ,” jelasnya.
Pascabanjir lahar dingin BNPB memasang sensor dan sirine, untuk mencegah terjadinya potensi banjir lahar dingin ketika musim hujan lebat.
“Tempatnya di lokasi yang dijangkau masyarakat, mohon pemerintah daerah ikut mengawasi. Ini berguna ketika hujan deras dan akan timbul banjir lahar dingin, sirine akan berbunyi,” pungkas Suharyanto.
Selain langkah yang telah terebut di atas, BNPB juga melakukan sejumlah langkah lainnya, seperti pembuatan kawasan risiko bencana, penguatan sistem peringatan dini, bantuan peralatan dan pembangunan sarana prasarana, rambu dan papan informasi bencana dan penguatan ketangguhan masyarakat. (Amhar)