Oleh: Wawan Leak – Pemerhati Demokratisasi dan Senator ProDEM.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa di tata kelola berbangsa dan bernegara di era Jokowi sangat memprihatinkan. Di hampir semua sektor yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, terkesan kondisinya sangat memprihatinkan.
Padahal sudah terlahir banyak sekali lembaga negara, yang belum mampu menjawab tentang silang sengkarut nya problema rakyat di beberapa sektor.
Contoh kasus apa yang dilakukan kementerian BUMN, dengan langkah kongkrit menyatukan dan menghapus bbrp anak perusahaan BUMN menjadi satu di bidang pangan. Itu cukup memangkas anggaran negara yg selalu saja merugi/tidak produktif.
Disini penulis tidak ingin mengupas detail tentang BUMN nya, tapi ingin memberikan semacam lampu kuning dan cenderung warna merah pada pemerintahan yang akan datang.
Oktober adalah masa akhir pemerintahan rezim Jokowi, dan akan digantikan oleh pemerintahan Prabowo yang kapan hari Republik Indonesia melakukan pemilihan presiden dan wakil presiden.
Ada fenomena menarik yang penulis mencoba mengkritisi bahwa akan juga diiringi keberlanjutan BUMN di masa yang akan datang, baik infrastruktur pun model atau polanya.
Kita semua pun publik tahu, bahwa kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dawaki oleh menteri Erick Thohir menorehkan nota merah pada kinerjanya.
Hampir di BUMN tersebut merugi dan pailit, dan akar masalah nya merugi pun pailit belum terjawab sampai detik ini.
Walaupun tidak masuk dinalar bahwa perusahaan negara yang memakai pola monopolistik merugi, walaupun rencana awal berdirinya BUMN tersebut bercita-cita merugi pun pailit.
Tapi kita tidak bisa mengelak tentang hal tersebut, dan sampai detik inipun, akar masalah nya belum terjawab.
Dan bisa dibayangkan bila ada masalah ,tapi tidak segera diselesaikan dengan tangan dingin, malah mencoba mencari pembenaran yang tak berujung menjadi sebuah jawaban.
Mengapa demikian ?
Tentunya sebelum kementerian BUMN menjatuhkan pilihan kepada personal untuk menduduki jajaran direksi sampai jajaran komisaris, mempunyai perhitungan yang matang.
Tapi tetap saja selalu bahwa direksi atau personal yang tergabung di infrastruktur menjadi kambing hitam. Walau mungkin itu benar adanya, dengan banyak proses hukum direksi yang dinyatakan bersalah atau korupsi dan lain sebagainya.
Tapi belum pernah juga berkabar, bahwa mengapa jajaran direksi itu lakukan tindak pidana ?
Mungkin karena faktor X atau Y, itu yang mustinya Erick Thohir paham dan segera lakukan evaluasi.
Mengapa menteri Erick Thohir tidak berdiri didepan direksi BUMN bila terjadi pailit atau merugi.
Dan yang akhirnya memunculkan asumsi dan anasir ditengah masyarakat, dan hal tersebut berlanjut entah sampai kapan berhentinya kepailitan atau meruginya BUMN.
Semoga kedepan pemerintahan yang akan datang, musti memilih menteri yang benar mumpuni dan bertangan dingin profesionalitas nya. Sehingga berani menangkal berbagai upeti yang mungkin dilakukan oleh kepentingan kekuasaan.
Walau kita semua tahu BUMN adalah ladang balas Budi, bagi segenap tim sukses pemenangan kontestasi Pilpres.