Pikiranmerdeka.com – Jakarta | Ditengah ketidakpastian geopolitik global, langkah Presiden Prabowo Subianto melawat ke Uni Emirat Arab (UEA), Turki, Mesir, Qatar, dan Yordania menjadi angin segar bagi arah baru diplomasi Indonesia. Kunjungan ini bukan semata kunjungan kenegaraan, tetapi membawa pesan strategis, memperkuat posisi Indonesia di panggung dunia, terutama di poros Global South yang kini tengah bangkit sebagai kekuatan alternatif dunia.
Setiap negara yang dikunjungi menyambut Prabowo dengan tangan terbuka, mencerminkan respek terhadap agenda politik dan ekonomi yang ia bawa. Komitmennya menunjukkan semangat membangun solidaritas global, Prabowo berpeluang besar menjadi pemimpin baru dunia.
Bagi Ketua Dewan Direktur GREAT Institute, Dr. Syahganda Nainggolan, langkah ini menandai munculnya Prabowo sebagai figur potensial pemimpin baru dunia bukan karena retorika, melainkan karena komitmennya membangun solidaritas global yang nyata dan merangkul semua golongan.
Pandangan ini mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Mencermati Arah Politik dan Diplomasi Prabowo di Timur Tengah dan Turki” yang digelar di kantor GREAT Institute, Jalan Taman Gunawarman, Jakarta Selatan, Senin, 14 April 2025. Forum ini mempertemukan berbagai pemikir dan ilmuwan lintas disiplin yang menelaah langkah-langkah diplomasi Prabowo.
Syahganda mengingatkan, agar keberhasilan ini tercapai pemerintah perlu memperkuat komunikasi politik luar negeri, agar tidak menimbulkan persepsi negatif yang justru menghambat misi besar tersebut.
Salah satu pemikir yang turut menggaris bawahi pentingnya arah diplomasi tanpa ketergantungan adalah Dr. Teguh Santosa, Direktur Geopolitik GREAT Institute. Dalam forum itu, ia menyampaikan bahwa di arena internasional yang kerap anarkis, relasi antarnegara harus dibangun atas dasar kesetaraan, yakni tanpa menciptakan ketergantungan atau “the absence of dependency”.
“Kesalahan besar bila kita berpindah dari ketergantungan satu negara hegemonik ke negara hegemonik lainnya,” tegas Teguh. “Antitesis dari ketergantungan adalah kebebasan, bukan perpindahan ketergantungan loyalitas ke negara lain”.
Teguh yakin kunjungan Prabowo ke sejumlah negara dan komunikasinya dengan pemimpin-pemimpin dunia dilakukan denhan semangat membangun kemitraan yang saling menghormati kedaulatan.
Teguh juga menyinggung dinamika perang tarif antara AS dan Tiongkok yang sejak era Trump dan Xi Jinping menjadi pemicu perubahan arsitektur hubungan internasional. Momentum ini, menurutnya, harus dimanfaatkan Indonesia untuk membangun koalisi negara-negara yang menjunjung kemandirian dan saling percaya.
Di sisi lain, Dr. Zarmansyah membawa diskusi ke arah yang tak kalah penting adalah peran historis Indonesia sebagai penjaga perdamaian dunia. Baginya, Indonesia telah menanam investasi besar dalam proses perdamaian global, namun kerap abai menindaklanjutinya.
“Saya berharap Presiden Prabowo memberi perhatian pada investasi perdamaian itu. Jika kita aktif menjaga perdamaian, maka harus ada keberlanjutan dalam bentuk kerja sama ekonomi. Dengan begitu, Indonesia memiliki mitra alternatif yang lebih luas, yang bisa mendukung kedaulatan kita di berbagai sektor,” ucap Zarmansyah.
Diskusi ini tak hanya dipenuhi gagasan dari para pemantik seperti Dr. Nurhayati Assegaf, Dr. Hilmy Bakar Almascaty, dan Dr. Teguh Santosa, tetapi juga diperkaya dengan pandangan dari berbagai ilmuwan dan praktisi, seperti Dr. Rizal Darmaputra, Dr. Zarmansyah, Dr. Indra Kusuma Wardhani, Dr. Rahmi Fitrianti, Prof. Iswandi Syahputra, dan Dr. Sudarto. Juga Smith Alhadar, Omar Thalib, Dr (Cand.) Turino, Ir. Abdullah Rasyid, Ir. Wahyono, dan Ir. Hanief Adrian.
Pesan yang mengemuka dari forum ini bahwa diplomasi Prabowo membuka harapan baru. Bukan hanya bagi Indonesia, tetapi bagi tatanan dunia yang lebih adil dan setara. Di tengah percaturan global yang keras dan penuh tekanan, Indonesia, lewat Prabowo, memilih jalan bermartabat, menghormati kedaulatan, membangun solidaritas, dan memperluas kerja sama tanpa harus tunduk pada kekuatan hegemonik mana pun.
Ini bukan sekedar diplomasi, namun suatu pernyataan besar bahwa Indonesia siap memainkan peran lebih dalam membentuk masa depan dunia.
Editor: Agusto Sulistio