Pikiranmerdeka.com, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), bekerja sama dengan Systemiq dalam upaya mengurangi polusi udara demi mewujudkan udara bersih di Jakarta.
Upaya tersebut dibahas dalam forum diskusi Clean Air Forum bertema “Udara Lebih Bersih, Indonesia Baik”, yang digelar di Kantor Kementerian Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Jakarta Pusat. Pada Rabu (28/5/2025)
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut Jakarta harus selamat dari bencana polusi. Menurutnya persoalan kualitas udara sebagai bagian dari perubahan iklim kerap luput dari perhatian. (Melansir detik.com)
Padahal yang menjadi korban dari buruknya kualitas udara adalah masyarakat kelas bawah. Oleh karena itu ia menekankan pentingnya peran negara, akademisi hingga pengusaha untuk memikirkan isu tersebut.
“Jakarta, tempat kita hidup ini, harus selamat dari bencana polusi. Kalau tadi ada data-data yang ditampilkan, misalnya saya tentu bukanlah seorang ahli polusi ya, saya hanya mencoba mengikuti dan juga merasakan apa yang dirasakan oleh kita semua, masyarakat,” ungkap AHY.
“Jadi negara pemerintah harus hadir, para akademisi harus hadir. Pelaku dunia usaha yang juga berkontribusi pada emisi CO2, industri, transportasi dan lain sebagainya harus terpanggil. Mungkin yang harus lebih dulu terpanggil adalah pelaku dunia usaha juga di antaranya,” tambah AHY.
AHY menjelaskan, dia bertanggung jawab mengurusi polusi udara karena Kementerian yang dipimpinnya membawahi bidang transportasi dan perhubungan. Sedangkan sektor transportasi menyumbang 60% polusi yang terjadi di Jakarta.
Operasional kendaraan berkontribusi Particulate Matter (PM) 2.5 atau partikel kasat mata di udara yang bisa berbahaya jika dihirup manusia.
“Kalau ada yang bertanya, kenapa Kementerian Koordinator Infrastruktur ngurusi polusi udara? Karena tadi PM 2.5, kontributor utamanya adalah sektor transportasi, 60% kurang lebih,” tutur AHY.
Oleh karena itu AHY mendukung upaya-upaya yang dilakukan untuk menekan polusi udara, baik di sektor transportasi, industri dan energi, hingga konstruksi. Misalnya dengan peralihan menuju BBM berstandar Euro IV yang rendah sulfur, elektrifikasi kendaraan, hingga penggunaan energi bersih.
“Dalam tiga kategori besar, transportasi, kemudian industry and power, baru bicara waste and construction. Dan ternyata dari itu semua, ada empat yang dianggap paling efektif, yaitu low silver fuel, itu bisa hingga 36% penurunannya (emisi). Kemudian transition coal boilers to cleaner technology, 27%. Public transportation, 9% dan open burning, kalau bisa dieliminasi itu 8%,” tutupnya. (Amhar)