ANDI Syarifuiddin.SH Dan Tim Kuasa Hukum Lisa Rahmat, Lisa Rahmat Dituntut 14 Tahun Tim Kuasa Hukum: Tak Ada Dua Alat Bukti yang Sah

Jun 10, 2025

Pikiran merdeka.com, Jakarta – Sidang perkara dugaan suap yang menyeret nama Lisa Rahmat menuai sorotan tajam. Pasalnya, Lisa dituntut 14 tahun penjara hanya berdasarkan bukti permulaan berupa chat WhatsApp dan catatan-catatan pribadi, tanpa adanya dua alat bukti sah sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 183 dan 184 KUHAP. Tim kuasa hukum pun menilai bahwa proses hukum ini cacat formil dan substansial, serta menyebut bahwa klien mereka seharusnya diputus bebas.

Dakwaan Ganda Tanpa Fakta Yuridis yang Kuat

Lisa Rahmat didakwa dengan dua perkara, yakni memberikan suap kepada tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memutus bebas terdakwa Ronal Tanur dalam kasus dugaan pembunuhan, serta melakukan permufakatan jahat bersama Jarof Ricar dalam penanganan kasasi Ronal Tanur di Mahkamah Agung.

Namun selama persidangan, menurut tim kuasa hukum, tidak ada satu pun alat bukti utama dari lima jenis alat bukti sah (saksi, surat, keterangan ahli, petunjuk, pengakuan) yang menunjukkan Lisa benar-benar melakukan tindak pidana tersebut.

“Kami tidak menemukan fakta yuridis bahwa klien kami, Lisa Rahmat, melakukan tindak pidana suap seperti yang didakwakan. Tidak ada dua alat bukti sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183 dan 184 KUHAP. Ini berarti secara hukum, Lisa Rahmat harus diputus bebas,” tegas Andi Syarifuiddin tim kuasa hukum saat ditemui dikediamannya.

Proses Penegakan Hukum yang Dipertanyakan

Dalam sidang tersebut, terungkap bahwa kasus suap yang dituduhkan kepada Lisa tidak terjadi dalam kondisi tertangkap tangan sebagaimana dimaksud dalam KUHAP. Justru, penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan dilakukan beberapa bulan setelah peristiwa, dan tanpa surat perintah yang sah.

Kuasa hukum pun menilai proses tersebut melanggar ketentuan hukum acara pidana.

“Penangkapan dan penyitaan dilakukan tanpa penyelidikan dan penyidikan yang sah. Ini adalah cacat hukum yang serius. Apa pun yang terjadi setelahnya tidak bisa dijadikan dasar hukum yang sah untuk menghukum seseorang,” ujar kuasa hukum Lisa Rahmat.

Barang bukti utama seperti catatan dan ponsel disita tanpa prosedur sah. Menurut kuasa hukum, ini bertentangan dengan prinsip due process of law dan asas legalitas dalam hukum pidana.

Ahli Pidana: Bukti Permulaan Tak Bisa Berdiri Sendiri
Keterangan ahli pidana yang dihadirkan di persidangan mendukung argumen pembelaan. Ahli menyatakan bahwa bukti permulaan seperti chat dan catatan pribadi tidak dapat berdiri sendiri dan harus didukung oleh minimal dua alat bukti utama yang sah.

“Jika hanya berdasarkan chat dan catatan tanpa didukung dua alat bukti utama, maka proses hukum ini seharusnya dihentikan di tahap penyelidikan. Itu disampaikan langsung oleh ahli pidana yang kami hadirkan di pengadilan,” tegas Andi.

Saksi: Tidak Tahu dan Tidak Melihat

Seluruh saksi fakta yang dihadirkan jaksa penuntut umum tidak memberikan kesaksian langsung. Saat ditanya soal keterlibatan Lisa, mereka menyatakan “tidak tahu” dan “tidak melihat langsung.”
“Tidak ada satu pun saksi yang melihat atau mendengar Lisa menyerahkan uang kepada hakim. Ini memperkuat bahwa dakwaan tidak didukung bukti yuridis apa pun,” ujar kuasa hukum.

Lima Alat Bukti Tidak Terpenuhi

Menurut Andi, Tak satu pun dari lima alat bukti sebagaimana diatur KUHAP dapat membuktikan dakwaan:

  • Saksi: Tidak ada yang menyaksikan Lisa memberikan suap.
  • Surat: Tak ada bukti transfer, kwitansi, atau surat elektronik.
  • Keterangan Ahli: Tidak ada hasil forensik yang membuktikan uang berasal dari Lisa.
  • Petunjuk: Tidak ada keterkaitan antar keterangan saksi.
  • Pengakuan: Lisa tidak pernah mengakui memberi uang kepada hakim.

Pengakuan Hakim Erintua Damanik juga dinilai tidak sah, karena ia adalah terdakwa sendiri dan sempat membantah menerima uang. Kuasa hukum juga mengungkap bahwa perubahan pengakuan Damanik terjadi setelah ia dipindahkan ke tahanan yang lebih nyaman.

Permufakatan Jahat yang Tak Masuk Unsur Pidana

Dalam dakwaan kedua, Lisa didakwa melakukan permufakatan jahat dengan Jarof Ricar. Namun menurut kuasa hukum, keduanya bukan penyelenggara negara atau PNS, sehingga tidak memenuhi unsur pidana dalam UU Tipikor.

“Permufakatan jahat dalam perkara suap harus melibatkan penyelenggara negara yang menyalahgunakan wewenangnya. Klien kami bukan penyelenggara negara. Maka dakwaan ini seharusnya gugur demi hukum,” ujar kuasa hukum.

Kesimpulan: Lisa Rahmat Harus Diputus Bebas

Menutup argumentasi hukum, kuasa hukum Lisa Rahmat menyatakan bahwa proses penegakan hukum terhadap klien mereka sejak awal tidak memiliki dasar yuridis yang kuat.

“Tuntutan yang menyatakan Lisa bersalah sangat bertentangan dengan fakta persidangan dan prinsip keadilan. Hukum harus dijalankan dengan kejujuran dan bukti, bukan asumsi dan tekanan. Klien kami dituntut 14 tahun tanpa dua alat bukti sah, hanya karena dianggap tidak kooperatif. Ini tidak adil,” pungkasnya.