Cuaca Ekstrem, BMKG Imbau Transportasi dan Masyarakat Tak Abaikan Peringatan

Jul 4, 2025

Foto: Ilustrasi.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali mengingatkan masyarakat serta pelaku sektor transportasi untuk mewaspadai cuaca ekstrem yang masih akan berlangsung hingga awal Juli 2025. Peringatan ini disampaikan langsung oleh Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengingat kondisi atmosfer dan laut di berbagai wilayah Indonesia masih menunjukkan dinamika yang tidak stabil, meskipun sebagian daerah telah memasuki musim kemarau.

Dalam keterangan tertulis pada Jumat, 4 Juli 2025, Dwikorita menyoroti meningkatnya aktivitas masyarakat selama masa liburan sekolah yang bertepatan dengan periode cuaca ekstrem. BMKG mencatat beberapa kejadian signifikan, seperti hujan lebat, angin kencang, hingga bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor dalam sepekan terakhir. Salah satu kejadian tragis adalah tenggelamnya kapal KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali pada 1 Juli 2025, serta sejumlah gangguan penerbangan akibat cuaca buruk.

Teori The Prince dan Cara Jokowi Berkuasa.

Menelisik Jokowi Ketika “Melindungi” Gibran Dari Ancaman Pemakzulkan

Trump Ancam Tangkap Cawalkot Muslim New York, Tuduh Imigran Ilegal

“Cuaca ekstrem masih berlangsung hingga awal Juli, seperti tercatat pada 2 Juli 2025, curah hujan ekstrem mencapai 142 mm di Deli Serdang dan 103 mm di Papua Barat,” kata Dwikorita.

BMKG telah mengeluarkan peringatan dini secara berkala dan memperbarui prakiraan cuaca melalui berbagai kanal komunikasi. Dwikorita menegaskan bahwa informasi meteorologi harus dijadikan acuan utama dalam pengambilan keputusan operasional transportasi, demi keselamatan publik.

Hingga akhir Juni 2025, BMKG mencatat baru sekitar 30% wilayah Indonesia yang memasuki musim kemarau—angka yang jauh di bawah rata-rata klimatologis normal, yaitu lebih dari 60%. Anomali ini disebabkan oleh tingginya curah hujan di atas normal sejak awal Mei, yang masih berlangsung di sekitar 53% wilayah, termasuk Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Prabowo Resmikan Proyek Raksasa Baterai Listrik Rp97 Triliun

Pertemuan Prabowo Putin: Berikut Kerjasama yang Akan Dilakukan Indonesia Rusia

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa cuaca ekstrem saat ini dipicu oleh kombinasi faktor global dan regional. Meskipun fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) sedang dalam fase kurang aktif, kelemahan Monsun Australia serta keaktifan gelombang ekuator Rossby dan Kelvin menyebabkan kondisi atmosfer tetap lembap dan mendukung terbentuknya awan hujan.

Di samping itu, bibit siklon tropis 98W yang terpantau di dekat Luzon serta sirkulasi siklonik di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik turut menciptakan zona konvergensi dan konfluensi di beberapa wilayah perairan Indonesia. Hal ini meningkatkan risiko gelombang tinggi dan curah hujan lebat, terutama di Laut Jawa, Laut Flores, dan wilayah Maluku bagian utara.

“Fenomena ini sangat berdampak bagi pelayaran dan nelayan. Penting untuk memperhatikan peringatan gelombang tinggi dan kondisi laut dari BMKG,” ujar Guswanto.

Menutup imbauannya, Dwikorita meminta semua pihak, mulai dari operator transportasi hingga masyarakat umum, agar tidak meremehkan informasi cuaca yang tersedia. Ia menekankan pentingnya menjadikan data meteorologi sebagai dasar dalam perencanaan perjalanan, kegiatan ekonomi, dan kebijakan publik, terutama selama periode cuaca ekstrem ini.

“Cuaca tidak bisa diprediksi hanya berdasarkan kebiasaan. Kita semua perlu berbasis data dan mengikuti informasi resmi BMKG melalui aplikasi infoBMKG, situs www.bmkg.go.id, maupun akun media sosial @infoBMKG,” pungkasnya.

Dengan kondisi cuaca yang masih fluktuatif, kehati-hatian dan kepatuhan terhadap peringatan cuaca menjadi kunci dalam menjaga keselamatan, khususnya selama musim liburan yang padat aktivitas.

(Hen/PM)