Ini Sebab Mahasiswa Minta Uang Kuliah Dikembalikan

Mei 20, 2025

Perkembangan informatika digital bersamaan pula merubah pola pikir dan sikap manusia. Hal ini terjadi di dunia pendidikan, dimana pendidik dan siswa bisa saling kritik.

Seorang mahasiswi di Northeastern University, Massachusetts, Amerika Serikat, menggugat etika akademik setelah menemukan dosennya menggunakan Chat GPT untuk menyusun materi perkuliahan dan presentasi. Mahasiswi bernama Ella Stapleton ini merasa dibohongi karena sang dosen sebelumnya melarang mahasiswa menggunakan AI generatif dalam tugas-tugas perkuliahan.

Stapleton menuding dosennya bersikap hipokrit dan menuntut pengembalian uang kuliah sebesar USD 8.000. Ia menyadari penggunaan Chat GPT setelah mendapati prompt yang belum dihapus dalam materi kuliah, di antaranya tertulis: “expand on all areas. Be more detailed and specific.”

Kecurigaannya makin kuat ketika ia menemukan ciri khas hasil kerja AI dalam slide kuliah, kesalahan ketik mencolok, teks yang tak konsisten, serta gambar yang tidak akurat.

Meski tuntutan pengembalian uang tidak dikabulkan, laporan Stapleton mendorong sang dosen untuk mengevaluasi ulang seluruh materi ajarnya. Dosen tersebut akhirnya mengakui bahwa ia seharusnya lebih cermat dalam memverifikasi hasil dari Chat GPT sebelum menyampaikannya ke mahasiswa.

Northeastern University sendiri masih mengizinkan penggunaan AI generatif oleh dosen maupun mahasiswa, namun dengan syarat harus diberi tanda jelas dan diverifikasi untuk menghindari kesalahan atau halusinasi dari AI.

Fenomena serupa juga terjadi di Southern New Hampshire University. Seorang mahasiswa mengklaim menemukan prompt Chat GPT yang tertinggal dalam esai yang diserahkan oleh dua dosennya. Ia menuding para dosen tersebut tidak membaca tugas yang ia buat. Namun, salah satu dosennya membantah tuduhan tersebut.

Sejak Chat GPT diluncurkan oleh OpenAI pada tahun 2022, banyak pendidik menyuarakan kekhawatiran terhadap dampak negatif AI generatif dalam dunia pendidikan. Beberapa guru bahkan mengeluhkan menurunnya kemampuan membaca siswa akibat ketergantungan pada teknologi pembaca teks, serta sikap frustrasi siswa saat diminta mengerjakan soal secara manual menggunakan pulpen dan kertas.

Kisah ini membuka ruang diskusi lebih luas tentang batas etis penggunaan AI dalam pendidikan, di mana garis antara inovasi dan tanggung jawab seharusnya ditarik?

Editor: Agusto Sulistio