Oleh: Agusto Sulistio – Pegiat Sosmed
PikiranMerdeka.com – Jelang Pilpres yang direncanakan Pemerintah akan diselenggarakan pada tahun 2024, telah mengundang banyak sorotan.
Berbagai kalangan menyoroti berbagai hal, dari mulai aturan Pemilu hingga keadaan bangsa saat ini.
Situasi keadaan hari-hari ini dirasakan semakin terasa meningkat, dan semakin menunjukkan negara sedang dalam keadaan tidak baik.
Tak hanya oleh adanya kelangkaan sebagian bahan kebutuhan pokok, kenaikkan harga-harga, kasus hukum Irjen FS, hingga ke soal disharmoni di tubuh TNI.
Cara MAFIA, mantan Ka.BAIS: jika prosedur penyelidikan awal salah, kita berharap apa?
Reformasi Setengah Hati, Apa Yang Bisa Diharapkan dari Polri?
Sorotan masyarakat ternyata tak hanya ke persoalan penyelesaian kasus hukum FS dan naiknya BBM, akan tetapi belakangan kita pun mulai menyoroti peraoalan di tubuh TNI, yang diduga terjadi disharmoni antara Panglima Jenderal TNI Andika Perkasa dengan KASAD Jenderal TNI Dudung Abdurahman.
Hal itu sebelumnya telah disampaikan oleh DPR-RI, Effendi Simbolon, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI-P, dalam rapat Komisi I, yang disiarkan diberbagai saluran media. Rapat itu juga dihadiri Panglima dan Wakil KASAD.
Pandangan publik bisa saja berbeda dengan komisi I DPR-RI, sebab ditengah keadaan bangsa seperti saat ini, publik bisa memiliki persepsi kemana-mana.
Dari hal itu maka saya memiliki dugaan, bahwa disharmoni bisa berorientasi kepada posisi dan keadaan politik nasional kedeoan mengingat Pilpres digelar tahun 2024.
Tito Karnavian sosok dibalik melejitnya karier Ferdy Sambo
CCTV kejadian utuh saat eksekusi Brigadir J telah ditemukan
TNI sebagai kekuatan Pertahanan Negara memiliki peran yang sangat penting dan strategis, disamping Polri. Meski TNI memiliki fungsi pertahanan, dan Polri berfungsi disektor keamanan dan penegakan hukum. Keduanya sangat menentukan dalam suksesi Pilpres 2024 yang akan datang.
Namun demikian posisi kedudukan Polri berada dibawah langsung Presiden, sedangkan TNI otomatis taktis dapat diposisi yang sama seperti Polri dibawah Presiden, meski saat ini TNI ada dibawah Kementerian Pertahanan. Hal ini telah diatur dalam UU RI, Nomor 34 Tahun 2004
tentang TNI.
Dalam UU 34 tahun 2004, BAB III, pasal 3 tentang kedudukan TNI, katakan dalam ayat 1, bahwa dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden. Ayat 2, dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI di bawah koordinasi departemen Pertahanan, dan
Pasal 4, ayat 1, TNI terdiri dari atas TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara yang
melaksanakan tugasnya secara matra atau gabungan di bawah pimpinan Panglima. Kemudian ayat 2, tiap-tiap angkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kedudukan yang sama dan
sederajat.
Kemudian pasal ke 5 menyebutkan bahwa TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan
kebijakan dan keputusan politik negara.
Dari UU tersebut jelas posisi kedudukan TNI/Polri berada dibawah Presiden, meskipun AD, AL dan AU dalam tugas gabungan ada dibawah Panglima, tetap Panglima berada dibawah Presiden.
Namun jika dalam pelaksanaan tugasnya terdapat disharmoni dilingkungan TNI atau Polri , maka akan mengakibatkan persoalan fatal bagi stabilitas negara. Tentu hal ini akan menyebabkan kelumpuhan yang berimbas pada fungsi Presiden dan Pemerintah terganggu.
Belakangan pasca kasus Irjen Ferdy Sambo ditubuh Polri juga terlihat ada ketidak harmonisan, hal ini tengah diselesaikan oleh Kapolri.
Kembali ke persoalan disharmoni antara Panglima dengan KASAD sudah selayaknya harus segera dihentikan. Sangat wajar jika DPR pun menyoroti hal ini.
Disisi lain jika mengacu pada peraturan masa usia pensiun Perwira TNI, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa tahun ini sudah akan memasuki usia 58 tahun, yaitu usia pensiun perwira TNI dan Polri.
Terkait masa pensiun Panglima TNI serta keadaan politik jelang Pilpres yang direncanakan digelar pada tahun 2024, apakah Presiden akan memperoanjang masa pensiun Panglima? Hal ini ada “aturan” yang memungkinkan Presiden bisa berwenang memperpanjang masa pensiun Perwira hingga usia 60 tahun.
Sebelumnya Jenderal Andika telah menyampaikan pandangannya soal UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri. Bahwa diatur masa pensiun anggota Polri sampai 58 tahun, namun jika ada yang memiliki kualifikasi khusus bahkan bisa pensiun ketika berusia 60 tahun.
Berdasarkan aturan tentang aturan Pensiun Perwira TNI, Panglima TNI Jenderal Andika akan memasuki masa pensiun akhir tahun 2022 ini. Terkait ini dan keadaan politik jelang Pilpres, apakah akan ada perubahan, pensiun atau diperpanjang?
PILPRES direncanakan tahun 2024, suksesinya sangat bergantung pada stabilitas Nasional. Maka siapakah Panglima dan Kapolri yang akan disiapkan menjabat pada periode 2024?
Jika masa jabatan Panglima Jenderal TNI Andika Perkasa yang menurut aturan akhir tahun ini berakhir, kemudian Jenderal Pol Listyo masih menjabat Kapolri hinga tahun 2024, maka posisi mereka mereka saat Pilpres 2024 nanti akan menjadi variabel penting dalam suksesi Pilpres 2024.
Oleh karena begitu strategisnya posisi Panglima dan Kapolri ditahun politik 2024, maka kemudian relevan dan dapat diimengerti, ketika itu Jenderal TNI Andika menyoroti UU yang mengatur usia masa pensiun Perwira Polri yang dapat diperpanjang hingga 60 tahun jika ada hal khusus.
Maka kemudian persoalan diperpanjang masa penisun atau tidaknya jabatan Jenderal Andika sebagai Panglima ada ditangan Presiden Jokowi. Barangkali saat ini Presiden dan tim-nya tengah mempertimbangkannya, dengan melihat prospek politik di tahun 2024.
Mengenai usia pensiun antara Andika dan Listyo Sigit, keduanya memiliki selisih usia yang beda. Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo lebih muda dibawah Panglima Jenderal Andika.
Jenderal Pol Listyo menjadi Kapolri diusia 51 tahun, ia adalah Kapolri dengan usia yang paling muda diantara Kapolri sebelumnya. Kini usianya sekitar 53 tahun, sehingga masa pensiunnya masih sangat panjang.
Meskipun demikian, Kapolri Listyo yang usia pensiunnya masih panjang ia kini tengah menghadapi kemelut di lembaga kepolisian yang berpotensi bisa pengaruhi posisinya sebagai Kapolri.
Jadi keduanya, apakah Kapolri dan Panglima memiliki masih tantangan berat serta dapat dipengaruhi oleh keadaan politik saat ini dan politik Pilpres 2024.
Berkaca dari itu, maka bisa dapat mengerti jika disharmoni yang terjadi ditubuh TNI, bahkan di tubuh “Polri,” sangat bisa mempengaruhi keadaan atabilitas menuju tahun politik di 2024. Oleh karenanya persoalan disharmoni di kedua lembaga ini, sangat menjadi penting segera dihentikan.
Dapat diambil kesimpulan bahwa untuk menjamin stabilitas nasional, khususnya Pilpres 2024, maka Presiden sangat menetukan siapakah sosok yang akan menjabat Panglima dan Kapolri ditahun 2024 nanti?
Dari figur Panglima dan Kapolri itulah kita dapat melihat kira-kira seperti apa gambaran Pilpres 2024 nanti, akan kemana dan bagaimana?
Disharmoni ditubuh TNI seperti yang diungkap oleh anggota DPR-RI komisi I beberapa waktu lalu, serta kemelut di tubuh Polri oleh adanya kasus Irjen Ferdy Sambo yang terjadi saat ini, bisa dijadikan sebagai sarana untuk melihat peta kekuatan serta mengukur dan mendeteksi kemungkinan adanya potensi-potensi kekuatan baru yang dikategorikan oleh kekuasaan sebagai upaya menghambat kepentingan elektoral Pilpres 2024.
Oleh karenanya tidak menutup kemungkinan dilakukan tes on the water, untuk mengukur kekuatan dan potensi yang ada saat ini.
Semua diduga nantinya akan bermuara kepada kepentingan Pilpres 2024, yaitu siapa yang akan melanjutkan program kerja Presiden Jokowi kemudian, atau muncul agenda yang berbeda.
Jika target politik penguasa tak berjalan sesuai skema, maka bisa berdampak pada hubungan kepentingan investor, serta partner-partner pendukung anggaran untuk kepentingan Pilpres dengan penguasa.
Semoga Alloh SWT, Tuhan YME senantiasa memberi kedamaian, kesejahteraan, kedamaian sentosa, serta keselamatan bangsa dan negara Indonesia. Aamiin YRA.