Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi membuka penyidikan baru atas dugaan praktik korupsi di lingkungan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Kasus ini menambah daftar panjang skandal yang mencoreng lembaga legislatif Indonesia.
Menurut juru bicara KPK, Budi Prasetyo, surat perintah penyidikan telah dikeluarkan. Ia membenarkan adanya penyidikan, namun menolak membeberkan nama proyek maupun identitas para tersangka. “Benar, ada penyidikan baru,” ujar Budi, Jumat, 20 Juni 2025. Ia hanya menyebut bahwa perkara ini berkaitan dengan “dugaan gratifikasi pengadaan” yang melibatkan penyelenggara negara.
Sumber internal menyebut pimpinan KPK telah menyetujui peningkatan status perkara ini dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan. Beberapa pihak bahkan disebut telah ditetapkan sebagai tersangka.
Prabowo Bubarkan Satgas Saber Pungli Bentukan Jokowi
Kota Paling Banyak Penipuan dan Modusnya di Dunia
Kasus ini bukan yang pertama menyasar lembaga legislatif. Sebelumnya, KPK juga telah membuka penyidikan atas dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas anggota DPR. Dalam perkara itu, Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, sudah ditetapkan sebagai tersangka².
Selain itu, KPK juga tengah menelusuri dugaan suap yang terjadi dalam proses pemilihan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2024–2029. Meski demikian, perkara ini masih berada pada tahap klarifikasi dan belum dinaikkan ke penyidikan³.
- Awal 2025: KPK menerima laporan dugaan korupsi terkait proyek pengadaan di MPR.
- Pertengahan Juni 2025**: Proses penyelidikan dilakukan secara tertutup.
- 20 Juni 2025: KPK secara resmi menerbitkan surat perintah penyidikan.
- Diperkirakan: Beberapa nama pejabat MPR telah ditetapkan sebagai tersangka (masih menunggu konfirmasi resmi).
MPR, sebagai lembaga tinggi negara, selama ini relatif jarang tersorot dalam perkara korupsi, tidak seperti DPR. Namun dengan terbongkarnya dugaan gratifikasi ini, KPK kembali mengingatkan bahwa lembaga legislatif bukan zona steril dari praktik menyimpang. Ini juga menegaskan bahwa korupsi tidak mengenal batas institusi—baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, semuanya rentan jika pengawasan publik lemah.
GREAT Institute: Prabowonomics dan Tantangan Terbesar di Era Perang Global
Dalam konteks hukum, gratifikasi yang tidak dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari dapat dianggap sebagai suap, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penulis: Agusto Sulistio
Sumber:
- Informasi ini berdasarkan sumber internal KPK yang tidak bersedia disebutkan namanya karena belum ada rilis resmi lembaga.
- KPK Tetapkan Sekjen DPR sebagai Tersangka Pengadaan Rumah Dinas, Kompas, Mei 2025
- KPK Telusuri Suap Pemilihan Pimpinan DPD, Tempo, April 2025