Great Institute: Potensi “Perang Dunia III” dan Kesiapan Indonesia ke Depan

Jul 4, 2025

Foto: FGD Great Institute, Jakarta 4 Juli 2025. Dok Great/Ist.

Indonesia Harus Siap Hadapi Perang Multi-Domain dan Ketegangan Global

Sifat dan karakter perang dunia kini telah berubah secara fundamental. Bukan lagi perang konvensional yang frontal, tetapi bergeser menjadi multi-domain warfare perang yang dilancarkan secara simultan di berbagai dimensi, termasuk darat, laut, udara, siber, dan ruang angkasa, dengan tingkat presisi tinggi.

Hal ini disampaikan oleh pakar pertahanan dan intelijen, Stepi Anriani, dalam Forum Group Discussion bertajuk Potensi Perang Dunia dan Kesiapan Indonesia ke Depan, yang diselenggarakan di kantor GREAT Institute, Jakarta Selatan, pada Jumat (4/7/2025).

Menelisik Jokowi Ketika “Melindungi” Gibran Dari Ancaman Pemakzulkan?

Teori The Prince dan Cara Jokowi Berkuasa.

Pertemuan Prabowo Putin: Berikut Kerjasama yang Akan Dilakukan Indonesia Rusia

Stepi mencontohkan bagaimana Amerika Serikat menggunakan pesawat pembom siluman B-2 Spirit untuk menyerang fasilitas nuklir Iran secara presisi, serta bagaimana Iran merespons dengan meluncurkan rudal pintar ke Israel dalam konflik yang berlangsung selama 12 hari. “Semua kini sangat terukur, tanpa perlu kontak langsung yang masif,” jelasnya.

Dalam konteks pertahanan nasional, Stepi menekankan pentingnya memperkuat komponen cadangan (komcad). Ia mengusulkan agar Indonesia meniru strategi Tiongkok yang melatih nelayan menjadi milisi laut guna menjaga kedaulatan pulau-pulau terluar. “Kita harus berpikir sepraktis itu dalam membangun sistem pertahanan yang adaptif,” tegasnya.

Diskusi juga membahas berbagai kelemahan dalam sistem pertahanan nasional, mulai dari kurangnya perencanaan kontinjensi (contingency planning), lemahnya logistik, hingga ketiadaan sistem peringatan dini (early warning) yang memadai. Para peserta sepakat bahwa strategi pertahanan Indonesia perlu ditransformasi dari konsep ketahanan pasif menuju sistem respons cepat yang berbasis intelijen dan teknologi modern.

Iran Ancam Serang Pangkalan Militer AS di Timur Tengah, Berikut Daftar Lokasinya

Memanas, Ulama Iran Keluarkan Fatwa Terbaru: Pemimpin Ini Musuh Tuhan

Trump Ancam Tangkap Cawalkot Muslim New York, Tuduh Imigran Ilegal

Pentingnya Diplomasi Tegas dan Keseimbangan Kekuatan

Dalam sesi lanjutan, mantan Duta Besar RI untuk Mesir, Helmy Fauzi, menyoroti pergeseran kekuatan militer global. Menurutnya, Amerika Serikat telah memindahkan sekitar 60% kekuatan militernya ke kawasan Asia Pasifik. Hal ini mempertegas pentingnya kerja sama dan diplomasi multilateral, khususnya dalam memperkuat peran ASEAN. “Tanpa penguatan ASEAN, wilayah ini hanya akan menjadi panggung perebutan kekuatan global,” katanya.

Helmy juga mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto membawa Indonesia bergabung dengan BRICS. Ia menilai kebijakan luar negeri Indonesia kini lebih tegas dibandingkan era sebelumnya yang dinilainya masih ragu-ragu.

Prabowo Resmikan Proyek Raksasa Baterai Listrik Rp97 Triliun

Jaksa Tuntut Tom Lembong Denda Uang dan Penjara Sekian Tahun

Gawat! Setengah Anak Indonesia Alami Cyberbullying, Berikut Pencegahannya

Senada, pengamat hubungan internasional Rizal Darma Putra mengingatkan bahwa dinamika geopolitik global saat ini sangat dipengaruhi oleh karakter dan keputusan para pemimpin negara. “Situasi seperti ini sangat fluktuatif dan bisa berdampak langsung ke kawasan,” ujar Rizal. Ia menegaskan bahwa Indonesia harus mengedepankan prinsip keseimbangan cerdas dalam menyikapi rivalitas global.

Namun sejumlah pembicara juga mengingatkan bahwa visi besar Presiden Prabowo perlu dibarengi dengan dukungan kabinet yang kompeten dan langkah nyata dalam menambal ketimpangan fiskal serta mengejar ketertinggalan teknologi.

Mengakhiri diskusi, Ketua Dewan Direktur GREAT Institute, Dr. Syahganda Nainggolan, menegaskan bahwa Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan semboyan politik luar negeri seperti “bebas aktif” tanpa strategi yang konkret. “Kita harus siap. Ketegasan dan keseimbangan adalah kunci agar tidak menjadi korban konflik global,” tandasnya.

Trump Klaim Gagal Yakinkan Putin Hentikan Perang Ukraina? Ini Penyebabnya

Setya Novanto Berpeluang Bebas Bersyarat, Kuasa Hukum Beda Pandangan

Komnas HAM Lanjutkan Penyelidikan Kasus Pembunuhan Munir

Diskusi ini menjadi pengingat bahwa tantangan keamanan global kini sangat kompleks, dan Indonesia dituntut untuk responsif serta visioner dalam menyikapinya.

(Hen/PM)