https://pikiranmerdeka.com

Wujudkan Demokrasi

Hampir 3.000 Orang Tewas Akibat Bentrokan Militer dan Pemberontak

Feb 6, 2025

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengonfirmasi bahwa hampir 3.000 orang telah tewas akibat bentrokan antara militer Kongo dan kelompok pemberontak yang berupaya merebut kekuasaan. Konflik yang berkecamuk sejak akhir Januari ini terjadi di Kota Goma, Kongo Timur, dan menelan korban jiwa dalam jumlah yang sangat besar.

Wakil Kepala Misi PBB di Kongo, Vivian van de Perre, menyampaikan bahwa data korban tewas dihimpun dari beberapa lokasi. “Sejauh ini 2.000 jenazah terkumpul dalam beberapa hari terakhir dari Jalan Goma dan 900 jenazah masih di kamar mayat di Rumah Sakit Goma,” ungkapnya pada Rabu (5/2) kepada CNN. Ia menambahkan, “Kami menduga angka ini akan terus bertambah,” mengingat masih banyak jenazah yang belum terhitung karena tersebar di berbagai wilayah.

Konflik yang kian brutal ini memunculkan laporan mengenai kekejaman, termasuk tuduhan pemerkosaan dan pembakaran terhadap ratusan tahanan wanita. Kelompok pemberontak yang terlibat, Alliance Fleuve Congo (AFC), mencakup juga faksi yang dikenal sebagai March 23 Movement (M23). Mayoritas anggota M23 adalah etnis Tutsi, yang sempat meninggalkan militer lebih dari 10 tahun lalu karena merasa pemerintah tidak memberikan perlindungan yang memadai bagi komunitas Tutsi.

Meski militer dan M23 telah sepakat untuk melakukan gencatan senjata pada Senin (3/2), situasi di lapangan masih sarat dengan dampak mengerikan. Gencatan senjata tersebut diharapkan dapat memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengubur jenazah dan mencegah penyebaran penyakit menular. Namun, rumah sakit di wilayah tersebut masih kewalahan; tak hanya harus merawat pasien yang terus berdatangan, mereka juga menghadapi masalah penumpukan jenazah di kamar mayat.

Situasi semakin diperburuk oleh pemadaman listrik pekan lalu, yang memengaruhi sistem pendingin di kamar jenazah, sehingga meningkatkan risiko kesehatan masyarakat. Konflik yang berkepanjangan akibat perebutan kekuasaan dan sumber daya mineral antara kelompok etnis Hutu dan Tutsi ini terus menimbulkan duka mendalam bagi penduduk Kongo.